Telah lama praktek ekploitasi, akumulasi, dan ekspansi dari
negara-negara maju terhadap negara dunia ketiga baik dalam segi politik,
ekonomi, sosial budaya bahkan terhadap lingkungan akibat dari
kapitalisme global yang menuntut untuk mengindustrikan semua aspek
kehidupan sehingga tidak terelakan bahwa tuntutan itu terealisasi dengan
revolusi indusrti, tetapi di sisi lain dampak dari revolusi tersebut
khususnya terhadap alam yaitu pencemaran udara dengan banyaknya
emisi-emisi yang dikeluarkan dari perindustrian tersebut. Hal ini
menandakan sebuah permasalahan yang komplek. Ternyata revolusi industri
bukan menjadi landasan tunggal dalam mengembangkan kehidupan manusia di
dunia, tetapi ada kehidupan lain diluar kontek manusia yang harus di
perhitungkan, karena memang pada dasarnya hubungan itu harus tetap
terjalin demi keseimbangan kehidupan baik dimasa sekarang maupun dimasa
yang akan datang. Dalam hal ini manusia sebagai penguasa tunggal
sekaligus penghasil kebijakan (dalam ranah hubungan manusia dengan alam)
haruslah menghilangkan tataran nilai yang disana terdapat objek dan
subjek. Tetapi haruslah dimengerti bahwa penting adanya suatu simbiosis
mutualisme karena memang manusia dan alam haruslah hidup berdampingan
dan saling melengkapi diantaranya sebagai kesatuan kolektif. Oleh karena
itu orientasi etika ekologi yang mengedepankan pengembangan moralitas
menuntut adanya perluasan cara pandang dan perilaku moral manusia. Yaitu
dengan memasukkan lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari
komunitas moral. Hal ini bias dilakukan tidak melalui pendekatan instant
tetapi lahir dari sebuah paradigma proses yang panjang.
Dengan
memperhatikan etika ekologi sebagai suatu proses moralitas, maka agar
dapat dikenal apakah suatu proses itu mempunyai aspek-aspek yang
termasuk ke dalam lingkup etik, diperlukan standard untuk membandingkan.
dengan mengutip pandangan yang memang memihak dan mengacu pada etika
ekologi ialah:
a. alam adalah suatu organism hidup yang
bagian-bagiannya yaitu tanah, gunung, sungai, atmosfer dan sebagainya,
menyerupai organ-organ terpadu dari suatu keseluruhan ekosistem yang
tertib dan teratur. Dan untuk menjaga keseimbangan ekosistem itu,
diperlukan suatu peran etik ekologis. Yang mana, tujuan komprehensif
etika adalah memelihara keseimbangan alam dan melestarikan keutuhan,
kelangsungan, kekayaan, dan keserasian ekosistem. (Ouspenky). Jadi,
segala yang ada dan hidup di dalam alam ini, termasuk juga manusia,
mengandung suatu tuntutan moral yang harus selalu dipertimbangkan dalam
setiap tindakan yang berhadapan dengan alam, atau yang kerap disebut
etika ekologi atau etika alam.
b. Etika alam adalah suatu usaha
untuk memperluas rasa persekutuan dengan segala makhluk lainnya secara
kolektif, kebersatuan dengan alam itu sendiri. Etika tersebut mengubah
kedudukan serta peran manusia dari penakluk alam beserta isinya, menjadi
anggota alam yang harus terus belajar hidup saling berdampingan dengan
penuh rasa hormat dan cinta dalam suatu komunitas besar, alam. Aldo
Leopold dalam The Land Ethic (1940), jadi pada dasarnya alam dengan
manusia haruslah saling berdampingan dan menjadi kesatuan kolektif,
sehingga tidak adanya objek dan subjek, tetapi saling ketergantungan dan
melengkapi.
dua pandangan ini mengandung unsure-unsur utama:
tuntutam moral dalam pengambilan kebijakan ataupun tindakan, dan
menghilangkan tataran nilai yang terdapat objek dan subjek tetapi
menjadi kesatuan yang kolektif. Dengan pola etika yang berbasis seperti
itu, setidaknya tradisi ekploitasi dan pencemaran terhadap alam bisa
lebih dikurangi.
Jadi, etika alam atau etika ekologi yang perlu
dibangun dan dikembangkan adalah suatu etika yang berakar kuat dalam
kosmos dengan memiliki tujuan yang komprehensif. Adalah suatu etika yang
melandaskan pikiran dan tingkah laku yang bukan hanya memanfaatkan alam
demi keuntungan diri semata, melainkan harus bertanggung jawab untuk
mengembalikan daya-dayanya dan berusaha memelihara keseimbangan alam dan
melestarikan keutuhan, kebersatuan, keberlangsungan dan keserasian
ekosistem.
Sebab, bagaimana pun juga manusia ingin tetap eksis di
bumi ini kini dan akan datang secara regeneratif, demikian juga dengan
alam. Alam dan manusia merupakan dua belahan jiwa dari suatu sistem
organisme kosmik yang sama dan yang tidak dapat dipisahkan.
Manusia akan hancur, jika alam hancur, atau sebaliknya. Inilah yang
harus dipahami, dan lebih jauh, kiranya dapat mendorong lahirnya
kebijakan etika alam, atau etika lingkungan yang baik. Sesuatu yang
sangat dibutuhkan bila manusia ingin tetap eksis, tidak terus-menerus
dilanda bencana ekologi, dan selamat hingga melewati batas masa depan
yang tidak bertepi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar