Minggu, 29 Juli 2012

Counter Attack Pola Etika Ekologi

Pola etika ekologi sebagai counter attack atas faham dalam ekologi yang sangat otoriter, dalam hal ini adalah Antroposentrisme yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Antroposentrisme nantinya akan menghasilkan faham-faham keberlanjutannya seperti kapitalisme dan pragmatisme. Pola etika ekologi haruslah bersifat netral sehingga menghilangkan dari permasalahan objek dan subjek, tapi itu akan menjadi suatu kesatuan untuk saling melengkapi. Pola ekologi yang dimaksud adalah etika lingkungan hidup, biosentrisme dan ekosentrisme.
Etika lingkungan hidup
Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika moral yang selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan hubungan antar manusia dan mengabaikan hubungan antara manusia dan mahluk hidup bukan manusia. Mahluk bukan manusia, kendati bukan pelaku moral (moral agents) melainkan dipandang sebagai subyek moral (moral subjects), sehingga pantas menjadi perhatian moral manusia. ‘Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara manusia dengan manusia’ Albert Schweitzer.
Dalam perkembangan selanjutnya, etika lingkungan hidup menuntut adnya perluasan cara pandang dan perilaku moral manusia. Yaitu dengan memasukkan lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral.
Biosentrisme dan Ekosentrisme
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).
Biosentrisme dan ekosentrisme mengkritik antroposentris. Jadi Etika antroposentrisme dituding sebagai spesiesisme, karena hanya mengunggulkan satu spesies saja, yaitu spesies manusia, sambil menganggap rendah spesies lain. Selain itu bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan "memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan".(Fritjof Capra:1997)
Semangat alam adalah semangat hidup itu sendiri. Bagaimanapun harapan-harapan kemanusiaan ke depan tetap harus mempertimbangkan keberlanjutan dan keseimbangan alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar