Kamis, 03 Oktober 2013

Miss World LANGGAR FITRAH

MENILIK sejarah kemunculannya, wajar kalau Miss World diidentikan dengan ajang kontes bikini. Sekitar tahun 1951, Eric Morley menggelar kontes kecantikan internasional untuk pertama kali, di Inggris.
Kontes ini, berawal dari Festival Bikini Contest, kemudian berganti nama menjadi Miss World.
Setelah Eric Morley meninggal, pergelaran tersebut diteruskan sang istri hingga muncul konsep 3B, yakni brain (kecerdasan), beauty (kecantikan), dan behavior (kepribadian).
Konsep 3B ini diyakini hanya untuk memoles kontes kecantikan agar diterima banyak kalangan. Pasalnya, saat itu masih banyak pihak yang menolak kontes tersebut.
Kenapa polesan? Faktanya, penentu kemenangan Miss World adalah unsur kecantikan dan kemolekan tubuh. Para peserta diminta berlenggak lenggok dihadapan juri dan penonton sambil memeragakan berbagai jenis pakaian. Mulai gaun malam yang menjuntai ke lantai hingga baju renang yang irit bahan. Tak hanya meliukkan tubuhnya sambil menebar senyum memesona, perempuan-perempuan cantik ini juga menggoda lewat kerlingan mata.
Kini, Indonesia kebagian menjadi tuan rumah ajang kompetisi Miss World 2013. Penyelenggara Miss World menghapus peragaan bikini di kontes tahun ini. Semua kontestan diminta untuk mengenakan sarung panjang tradisional Bali, bukan bikini seksi.
Demi menghormati tradisi dan nilai-nilai Indonesia, Organisasi Miss World yang berbasis di London pun telah menyetujui item peragaan bikini seksi dihilangkan. Padahal, secara tradisi, peragaan bikini seksi merupakan bagian terpenting dari kompetisi.
Meski sisi umbar aurat hilang, penentangan pelaksanaan ajang pencarian ratu kecantikan sejagat tetap terjadi. Seiring itu, panitia penyelenggaran tak menghiraukan aksi penolakan yang dilakukan oleh sejumlah ormas keagaaman itu. Miss World tetap digelar. Apalagi, pemerintah telah merestui pagelaran Miss World 2013. Alasan pemerintah membekingi panitia penyelenggara Miss World, sederhana. Pemerintah mengklaim, ajang internasional ini akan memberikan manfaat positif bagi negara yang menjadi tuan rumah. Selepas ajang pencarian ratu kecantikan dunia ini digelar, devisa Indonesia dari sektor pariwisata dan bisnis ekonomi kreatif diprediksi akan meningkat. Ketenaran Indonesia dalam pergaulan dunia pun akan terdongkrak.
Setiap peserta kontes Miss World akan lebih mengenal Indonesia. Bukan hanya itu, para peserta pun dapat membawa cerita keindahan alam dan budaya Indonesia ke negaranya.
Indonesia boleh jadi akan semakin dikenal dan diperbincangkan masyarakat dunia. Bahkan, selepas Miss World, investor serta wisatawan asing akan kian deras mengunjungi Indonesia.
Namun, madu tersebut mengandung racun. Racun liberalisme, racun eksploitasi perempuan, krisis idola, pintu kemaksiatan dan penodaan citra Indonesia sebagai negeri berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia.

Terkena getah
Di sisi lain, sikap penolakan keras sejumlah ormas tehadap penyelenggaraan Miss World merupakan racun yang merusak citra Indonesia sebagai negara ramah dan tamah. Bahkan, ormas yang mengatasnamakan Islam itu dapat merusak citra Islam yang mencintai kedamaian. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Mereka terlihat sebagai garda terdepan untuk menggagalkan event ini. Berbagai alasan dikemukakan tanpa mengenal nego.
Alasan tersebut diungkapkan dengan nada emosi berlebihan sekaligus mengancam, siap perang. Pernyataan tersebut memunculkan kesan bahwa agama Islam berwajah sangar, beringas, keras, tak kenal dialog dan tak menghormati siapapun. Akibatnya, agama sekaligus penganutnya menjadi korban, khususnya umat Muslim di Bali.
Banyak umat muslim di Bali yang terkena getah atas penolakan penyelenggaraan Miss World. Pernyataan ormas yang mengatasnamakan pembela Islam ini, telah melukai Umat Hindu di Bali. Ingat, meski menjadi mayoritas di Indonesia, muslim di Bali menjadi kaum minoritas.
Lebih parahnya, rakyat Bali yang mayoritas beragama Hindu, terpancing juga untuk mencaci maki agama Islam.
Mengutip perkataan Pimpinan GP Ansor NU, bahwa jangan lekas-lekas menganggap Miss World sebagai kegiatan negatif. Banyak hal positif dari penyelenggaraan ini, terutama bagi Bali dan rakyat Bali, baik efek langsung, maupun tak langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar